28 September 2016

Armina

Ini ceritaku selama berada di Armina (Arafah, Mina, Muzdalifah):

Bersama rombongan KBIH, kami mengikuti Tarwiyah, sudah ke Mina di 8 Dzulhijah.
21 September malam setelah Isya kami berangkat ke Mina. Maktab 63, Indonesia. Berdekatan dengan maktab dari negara Asia lainnya.
22 September adalah hari Tarwiyah. Bagi yang tidak Tarwiyah, dari Mekkah langsung menuju Arafah.
Masya'Allah, inilah Mina, perkemahan muslim sedunia. Dan di sinilah aku berada untuk sekitar 6 hari.
23 September, hari Arafah. Seluruh jamaah haji wajib wukuf di Arafah sejak tergelincir matahari (siang hari waktu dhuhur) sampai terbenam matahari (waktu maghrib).
Kami berangkat pagi ke Arafah.
Selepas maghrib kami menuju Muzdalifah. Sholat jamak taqdim qashar magrib dan isya, lalu mencari 77 batu kerikil untuk melempar Jumroh (7 untuk lempar jumroh Aqobah di 10 Dzulhijjah. 21 untuk lempar jumroh Ula, Wustho dan Aqobah masing-masing 7 di 11 & 12 Dzulhijjah untuk yang nafar awal + 21 untuk yang nafar tsani. Dan sisanya untuk cadangan).
Malamnya, di Muzdalifah, kami tidur di tempat terbuka, beralas jalanan (dan mendong 😁) dan beratap langit.

Saat itu sedang musim panas, udara cukup panas. Alhamdulillah aku bisa tidur, bisa istirahat. Hampir setiap jam terbangun lalu minum supaya tidak dehidrasi, lalu tidur lagi. Jam 12 tengah malam, jama'ah dibangunkan untuk bersiap kembali ke Mina.
Ketika bangun tengah malam inilah aku merasa sangat letih lemah, entah karena dehidrasi atau kurang tidur. Karena setelah bangun itu kami masih harus menunggu bis, antri berbaris.
Memang kalau mau mengikuti cara Rasullullah saw, bermalam di Muzdalifah sampai waktu subuh, sholat subuh dulu di Muzdalifah baru ke Mina. Ini kalau mau idealnya.
Tapi untuk mengurangi kepadatan dan memudahkan koordinasi, termasuk untuk kenyamanan jama'ah, maka ada hal-hal yang disesuaikan dengan keadaan saat ini (dan tentu sudah didiskusikan di kalangan ulama fiqih ya?).
Rombongan kami tiba kembali di Mina sekitar jam 3 dini hari.
Aku langsung mandi dan bersih-bersih badan dengan air (belum boleh pakai wangi-wangian karena belum tahallul, masih ber-ihram).

Keesokan hari, sambil menunggu melempar jumroh Aqobah (jadwal kami melempar jumroh ba'da ashar), kami mendapatkan berita bahwa ada kejadian berdesak-desakan di jalan menuju tempat melempar jumroh, ada korban jiwa sampai 200an. Informasi justru kami dapatkan dari jamaah yang sedang kontak keluarganya di tanah air, sementara rombongan kami yang ada di Mina tidak tahu. Berita ini cukup membuat kami waswas.
Apalagi beberapa tahun sebelumnya pernah terjadi juga peristiwa berdesakan dan terinjak-injak di terowongan Mina.

Alhamdulillah pada saat kami melempar jumroh cukup lancar, dan cukup lengang (tidak seperti yang ku bayangkan sebelumnya).
Jarak dari maktab ke tempat melempar jumroh sekitar 3,5 km. Berjalan kaki pp sekitar 7 km. Setiap melempar jumroh butuh waktu sekitar 2 jam.
Melempar jumroh Aqobah (10 Dzulhijjah 1436 - 24 September 2015) berangkat setelah Ashar, di waktu maghrib sudah sampai di maktab lagi.
Lalu kami melakukan tahallul. Sudah boleh mandi pakai sabun wangi 😊

Melempar jumroh di 11 dan 12 Dzulhijjah 1436 (25-26 September 2015) di waktu malam setelah isya, udara lebih sejuk, lebih santai.
Melempar jumroh di 13 Dzulhijjah - 27 September 2015 (kami ikut nafar tsani), di pagi hari ba'da subuh. Setelahnya kami langsung kembali ke Mekkah.

Saat kegiatan melempar jumroh inilah aku bisa bertemu dengan jama'ah haji dari berbagai daerah dalam dan luar negeri. Bisa dikenali dari bendera dan pakaian seragamnya, ada yang pakai slayer warna-warni, bendera warna-warni dengan berbagai tulisan.
Kalau jama'ah haji Indonesia banyak yang pakai batik.

* Jadi ingin nulis tentang gaya berpakaian berbagai negara yang ku temui saat di Arab, saat musim haji.
Dengan melihat ciri pakaiannya bisa tahu kira-kira dari negara mana.

No comments: